Selasa, 26 Maret 2013

Numpang Bentar





Sebelum menikah, hobi saya adalah menjelajah panti pijat. Sudah puluhan PP dan tak terhitung lagi WP yang sudah pernah saya rasakan. Tapi memang ada satu WP di dekat terminal bus kota S yang jadi langganan. Selain murah, menurutku dia lebih tulous dalam melayani. Setelah menikah, saya memutuskan untuk menghentikan semua kebiasaan itu.
Semua no telp WP saya hapus dari memori HP. Nomor HP juga ganti. Saya sangat mencintai istri saya. Apalagi dia adalah wanita pujaan saya sejak SMP. Lama saya incar baru bisa ditaklukkan setelah saya berumur 27 tahun dan dia sudah menjadi janda. Reni, nama istriku, belum unya anak. Suaminya meninggal karena kecelakaan pesawat. Begitu mendengar Reni menjada, saya langsung mendekat. Setahun lebih pendekatan, akhirnya Reni luluh. Hanya sebulan pacaran langsung saya ajak menikah. Sya berjanji pada diri sendiri tidak akan lagi ke PP atau bahkan lokalisasi. Stop semua. Tobat. Saya tidak masalah dia janda. Toh dia wanita yang saya cintai sejak lama dan saya sudah tidak perjaka. Sudah puluhan meki saya rasakan. Setahun pertama menikah saya menjalani hari-hari yang penuh kebahagiaan. Reni sangat bergairah di ranjang. Wajah dan tubuhnya sempurna bagiku. Tinggi 160 cm, berat 50 kg, rambut sebahu, berjilbab, dan dada 34 B. Hampir tiap hari kami melakukan hubungan suami istri (tentu kecuali saat menstruasi). Rasanya tak pernah bosan. Oh ya, aku dan Reni sama-sama kerja. Aku kerja di perusahaan percetakan surat kabar. Sebagai manajer percetakan, saya bekerja sore hingga malam. Berangkat jam 17.00 dan pulang paling cepat jam 01.00 dini hari. Biasanya saya dan Reni melakukan pertempuran pada subuh. Atau kalau dia pulang kantor lebih cepat. Reni kerja di perusahaan periklanan. Biasanya dia pulang jam 16.00 dan sering pulang lebih awal.
Setahun menikah, Reni mengeluh takut kalau malam sendirian. Di ajuga capek mengurus rumah sendirian. Karena itu dia minta izin untuk mencari pembantu rumah tangga. Karena kasihan dan tak tega melihat istri tercinta, aku langsung setuju. ”Aku minta tolong tante Yayuk untuk mencarikan,” katanya. Tante Yayuk adalah adik dari ibunda Reni. Dia tinggal di Jombang dan menjadi langganan saudara-saudara untuk minta dicarikan pembantu.
Seminggu setelah itu, Tante Yayuk menelepon istriku. Katanya sudah dapat pembantu. Reni pun langsung semringah. ”Pembantunya sudah ada, besok datang,” kata Reni.
Hari yang dinanti tiba. Saat itu hari Minggu. Reni sudah di teras menanti kedatangan pembantu baru kami. Aku melakukan rutinitas bersepeda setiap minggu dengan bapak-bapak di kompleks. Saat bersepeda, Reni telp.
”Mas, pembantunya sudah datang. Namanya Yenny. Anaknya bersih kok. Manis juga,” kata Reni. Aku tak begitu peduli dan menanggapi dengan biasa saja dan meneruskan bersepeda.
Saat tiba di rumah, aku langsung mandi dan kemudian istirahat di kamar. Tak sempat kenalan dengan pembantu baru. Hanya sejam aku tidur, Reni sudah menggangguku minta jatah. Kami pun bertempur sampai dua ronde. HAbis itu tidur lagi karena kecapekan.
Jam 13.00 Reni membangunkan aku untuk malan siang. Setelah salah duhur, aku menuju meja makan. Baru nasi putih yang tersaji. ”Lauknya masih di dapur. Bentar ya,” kata Reni lantas beranjak ke dapur. Aku menunggu di meja makan sambil baca koran. ”Ini teh hangatnya Pak.” Tiba-tiba ada suara perempuan, bukan istriku. Aku yakin itu pasti pembantu baruku. ”Oh ya,” kataku sambil terus membaca koran. Aku tidak melihat wajahnya. Dan dia pasti tidak melihat wajahku karena terhalang koran. Begitu juga saat dia membawakan lauk ke meja makan, aku juga tak melihat. Baru setelah istriku mengajak makan, koran kulipat dan kami pun makan.
Setelah makan, Reni ke dapur untuk membuatkan jus wortel kesukaanku. Selesai membuat jus wortel, Reni mendpaat telepon dari temannya. ”Yen, tolong jus-nya antar ke bapak. Aku terima telepon dulu,” kata Reni sambil berjalan ke kamar. Mungkin pembicaraannya agak privat. Aku sudah pindah duduk di depan TV. Kemudian langkah ringan perempuan mendekat. ”Ini jusnya Pak.” Aku menoleh ke arah suara itu. Duerrr mataku langsung terbelalak. Yenny juga tak kalah kaget. Jus di tangannya sampai tumpah sebagian. Aku kenal betul dengan pembantuku ini. Dulu dia primadona di PP dekat terminal. Langgananku sewaktu masih membujang. Wajahnya manis, kulit sawo matang. Mungil tapi sekel. Bobbs-nya 32B. Ya sekelas Kiky kalau di BM. Dulu di PP namanya Rini. Aku cepat menguasai situasi. Ak pegang tangannya dan berbisik. ”Lupakan masa lalu kita. Jaga rahasia ya. Aku sudah tobat kok,” kataku sambil memberi kode jari telunjuk di bibir. ”Saya juga sudah tobat,” kata Yenny.
Hari itu aku tak konsen lagi nonton TV. Kalut rasanya. Bagaimana mungkin aku punya pembantu yang ternyata bekas WP langgananku. Dan konyolnyalagi, dia memakai kaus Twin Tower Kuala Lumpur yang dulu aku belikan sat dia aku ajak jalan-jalan ke Malaysia. Akhirnya aku memutuskan untuk cepat-cepat ke kantor menenagkan diri. Aku pamit ke istri dipanggil bos. Aku ingat, tiga tahun lalu aku bawa Rini alias Yenny ke hotel. Waktu itu dia bilang mau pulang kampung. Dia ingin bertobat. Sudah bosan jadi WP. Waktu mau pulang kampung, dia telepon dan aku transfer uang Rp 5 juta sebagai bekal. Siapa tahu bisa untuk modal usaha.
Senin pagi rutinitas terjadi seperti biasa. Aku menemani Reni sarapan. Yenny menyiapkan sarapan. Dia juga berlaku wajar, tidak terlihat canggung. Sehingga Reni tidak akan mengira kalau kami pernah kenal. Aku juga bersikap sok jaim kepadanya. Pagi itu aku antar Reni ke kantor. Setelah mengantar, aku tak langsung pulang.
AKu ragu pulang karena ada Yenny di rumahku.
Baru jam 12.30 aku pulang ke rumah. Yenny sudah menyiapkan makan siang. Aku pun makan siang. Yenny aku ajak makan siang bersama. Sengaja aku lakukan karena aku ingin ngobrol. ”Kamu gimana ceritanya bisa sampai kerja di sini?” tanyaku. Yenny cerita, setelah pulang ke kampung dia mendaftar sebagai TKI di Malaysia. Tapi tidak kerasan. Apalagi dia punya anak di Jombang. Kangen sama anak terus. Akhirnya dia pulang. Tapi karena tabungan menipis, dia harus kerja lagi. Tp dia bertekad tak mau jadi WP lagi. Suatu ketika dia ketemu Tante Yayuk yang tak lain adalah tetangganya di desa. Sama Tanta Yayuk ditawari kerja jadi PRT dan Yenny lsg setuju. Perjanjiannya dia bisa pulang sebulan sekali untuk menengok anaknya yang sudah kelas 1 SD. Siang itu aku bikin kesepakatn dengan Yenny untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan. ”Kita sama-sama sudah tobat. Kita jaga sama-sama ya,” kataku. YEnny mengangguk. Masalah beres pikirku.
Tapi masalahnya, setiap pagi sampai sore saya hanya berdua dengan Yenny di rumah. Ibarat batu kalau terus ditetesi air akan tergerus juga. Dan karena sebelumnya sudah akrab, kami pun ngobrol santai ketika tidak ada istri di rumah. Lama-lama hasrat lama tumbuh. Apalagi belakangan Yenny sering hanya memakai celana pendek dan kaus u can see longgar kalau lagi kerja. Tapi kalau ada istriku, dia memakai baju panjang. Sepertinya dia sengaja menggodaku. PErnah aku peringatkan. Tapi hanya bertahan dua hari, kebiasaan memakai pakaian minim diulangi lagi. Malah kini dia tidak memakai pakaian dalam. Itu bisa kau pastikan karena u can see nya longgar jadi dari samping kadang-kdang terlihat buah dadanya. Putingnya juga terlihat menonjol. Trus di celananya tidak terlihat ada garus CD. Dugaanku dia tak pakai CD atau mungkin hanya pakai G string.
Tiap hari aku jadi memperhatikan Yenny. Kadang samai adik gw tegang. Kalau sudah gitu aku ke kamar untuk membuang hajat secara self service.
Suatu hari, aku lihat Yenny mengepel lantai. Aku langsung horny dan masuk kamar. Kubukan semua bajuku dan aku sibuk mengocok rudal kesayanganku membayangkan Yenny. Lagi enak-enaknya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. opps aku lupa mengunci pintu. Yenny sudah berdiri di depan pintu. ”Ngapain pakai onani segala, wong ada sasaran nganggurm” kata Yenny sambil tertawa genit. ”Kita kan sudah janji gak akan ada hubungan,” kataku. Yenny menghampiriku dan mendorong tubuhku yang bugil ke tempat tidur. Dia pun langsung melucuti pakainnya sendiri. Benar dugaanku. Dia tidak memakai pakain dalam. ”Sudah kupakan janji gombal itu. Ayo puasin aku,” kata Yenny. Dia langsung mencium bibirku. ”Yen yen katanya tobat,” aku mencoba mengingatkan. ”Gimana mau tobat kalau tiap subuh dengar erangan kamu sama istrimu. Aku dah lama gak ngent*t tahu,” kata Yenny.
Sambil mencium bibirku dan leherku, tangan kanan Yenny sudah mengelus rudalku. Lalu perlahan bibirnya turun ke bawah. Lidahnya memutar di perut dan terus turun sampai ke pen*s. ”Hmmm masih seperti yang dulu. Lurus tegak, berotot dan keras. Siapa yang bisa melupakan rudal kayak gini,” kata Yenny. Dia pun mengulum perlahan, dia nikmati betul seperti anak kecil menikmati es krim. Aku sudah lupa dengan janji-janjiku untuk meninggalkan dunia perlendiran. ”Ah aku kan dulu janji gak ke PP atau lokalisasi lagi. Kalau di rumah kan gpp,” kataku dalam hati.
Puas di BJ Yenny, ganti aku yang menjilati mekinya. ”Tahu gak yang (dia mulai memanggiku dengan sayang seperti saat di PP dulu). Aku terakhir ngent*t ya sama kamu di hotel itu,” kata Yenny. ”Massa sih?” kataku gak percaya. ”Demi Allah. Habis itu aku benar-benar berhenti,” katanya. 10 menit aku jilmek Yenny kelonjotan. Aku sudah hapal betul letak G-spot Yenny. Diapun mengalami orgasme.
Pertempuran dilanjutkan dengan WOT. Pelan-pelan dia jongkok, tangan kannnya memegang kont*l ku untuk dimasukkan ke mekinya. Blessss pantatnya turun sampai kon*ol ku amblas. Lalu dia melakukan gerakannaik turun. Tangannaya kebelakang bertumpu pada pahaku. Sementara tanganku sibuk meremas tokednya. Kadang dia membungkuk. Dalam posisi WOT kami berciuman. Kalau dia capek menggenjot, gantian aku yang menggenjot dari bawah. ”’Ohhhhh augghhhh enak banget Yang….aku kangen kamu,” kata Yenny. ”Meki kamu juga enak Yen. Masih nyedot kayak vacum cleaner,” kataku.
Posisi berbalik. Tetap WOT tapi dia membelakangiku. Ini posisi favorit Yenny. Dengan posisi ini dia selalu orgasme. Katanya pakai gaya itu bisa pas di G-spotnya. Hanya lima menit di posisi itu, Yenny sudah O. ”’Ahhhhh yesss aku keluaarrrrrr,” teriak Yenny. Dia langsung bangkit dan mengulum kont*l ku. Tak lama kau juga keluar croot-crotttt. ”Wah masih banyak, tadi pagi kan kamu main sama istrimu,” kata Yenny.
Setengah jam istirahat, kami melanjutkan ronde kedua. Kali ini memakai gaya doggy style kesukaanku dan diakhir dengan missionary. Habis itu kami tidur berpelukan di ranjang yang selama ini menjadi medan pertempuranku dengan istri. ”Makasih ya Yang…aku puas banget,” kata Yenny.
Setelah itu, ngeseks bersama Yenny, pembantuku menjadi rutinitas setiap hari. Tp kami tak melakukannya di kamarku lagi. Takut kualat. Kami melakukan di kamar Yenny atau di ruang TV, ruang tamu. Kamar ta tamu, dapur, kamar mandi, atau di halaman belakang rumah di atas rumput beralas tikar. Istriku tak pernah curiga. Sebab kalau ada istriku, Yenny bersikap sangat wajar. Dia juga hormat kepada istriku. Pekerjaannya juga selalu beres. Tentu karena aku juga membantu mengepel atau membersihkan rumah. Bahkan istriku begitu sayang kepadanya. Oleh istriku Yenny juga sering diajak pergi belanja dan dibelikan pakaian. Kalau pergi keluar, Yenny juga memakai kerudung seperti istriku. Sudah tiga tahun Yenny kerja di rumahku. Semua aman-aman saja. Kehidupan seks dengan sirtiku juga tetap berjalan lancar. Sampai istriku hambil dan melahirkan anak pertama kami. Yenny yang menjaga dan merawat anakku dengan penuh kasih sayang saat Reni kerja. Tapi aku dan Yenny tak mau bersetubuh di dekat my baby. Rasanya seperti punya dua istri yang akur. Oh ya, Reni pernah ingin punya baby sitter, tapi aku tolak. Aku bilang Yenny sudah bisa menghandle semua.
Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar